Home » » Hukum, Hakim, Mahkum Bih, Mahkum Alaih

Hukum, Hakim, Mahkum Bih, Mahkum Alaih

Posted by CB Blogger

HUKUM-HUKUM
A.    PEMBAHASAN HUKUM
1.        Definisi Hukum
Hukum secara bahasa adalah menetapkan sesuatu kepada yang lain.
Hukum secara syar’i adalah khitob Allah yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf baik khitob tersebut berupa tuntutan untuk melaksanakan / mencegah, memilih atau ketetapan.
Hukum terbagi dua : Hukum Taklif dan Hukum Wadh’i.
Hukum Taklif ada lima :
1>       Ijab adalah khitob Allah yang menuntut perbuatan (meminta untuk mengerjakan) dengan tuntutan yang pasti (harus dikerjakan).
2>       Nadb adalah khitob Allah yang menuntut pekerjaan dengan tuntutan yang tidak pasti (tidak harus dikerjakan).
3>       Tahrim adalah khitob Allah yang menuntut untuk meninggalkan pekerjaan dengan tuntutan pasti (harus ditinggalkan).
4>       Karohah adalah khitob Allah yang menuntut untuk meninggalkan dengan tuntutan yang tidak wajib.
5>       Ibahah adalah khitob Allah yang menuntut untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan.
Lima hukum di atas dinamakan hukum Taklifiyyah taghlib. Karena dalam masalah ibahah bahkan nadb dan karohah tidak ada taklif.
Hukum wadh’iy ada tiga:
1>       Sebab adalah Perkara yang keberadaannya memastikan timbulnya hukum. Tidak adanya sebab, menyebabkan hukum tidak dapat ditetapkan.
Contoh : Allah SWT menjadikan dua hukum kepada orang yang berzina. Pertama, hukum taklif, yaitu ia wajib mendapatkan had. Kedua, hukum wadh’i, yaitu zina menjadi sebab adanya had.

2>       Syarat adalah perkara yang ketiadaannya memastikan tidak ada hukum. Dan adanya perkara tersebut tidak memastikan timbulnya hukum.
Contoh : Haul adalah syarat wajibnya zakat. Jika tidak ada haul, maka zakat tidak wajib. Tapi jika ada haul, belum tentu wajib zakat. Karena masih ada syarat lain (yang mewajibkan zakat) yaitu harus mencapai Nishab.
Contoh yang lain : Wudhu adalah syarat sahnya sholat. Kalau ada orang hendak sholat, kok dia tidak punya wudhu, maka shalatnya tidak akan sah.  Bukan berarti kalau dia sudah punya wudhu, shalat akan sah. Karena masih ada syarat lain (untuk memenuhi ke-sah-an shalat. Seperti : masuknya waktu sholat).

3>       Mani’ adalah perkara yang mencegah timbulnya hukum.
Contoh:   - Wujudnya (darah) Haid pada seorang wanita menyebabkan dia tidak wajib sholat.
- Najis pada pakaian menjadikan tidak sahnya sholat seseorang.

B.    PEMBAHASAN HAKIM
Hakim (yang muthlaq) adalah Allah SWT. Kemudian Allah mengutus para Nabi dan Rosul untuk menerangkan hukum-hukum Allah tersebut. Setelah hukum tersebut disampaikan, maka apa (syari'at) yang disampaikan itulah yang menjadi hakim tanpa ada khilaf. Kemudian, siapa yang menjadi hakim sebelum Para Nabi dan Rosul diutus?
Terdapat beberapa pendapat ulama' mengenai "Siapakah yang menjadi hakim sebelum Nabi diutus" :
1.        Ulama’ As’ariyyah menyatakan : Perbuatan orang mukallaf tidak ada kaitan apapun bagi Allah SWT. Sehingga seseorang tidak wajib untuk beriman dan juga tidak haram untuk kufur. Mereka berdalil dengan firman Allah:
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً
"Dan kami tidak akan pernah menghukum, sehingga kami mengutus seorang Rosul."
(QS: al Isra’: 17/15)
لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
"Agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutusnya Rosul-rosul itu."
(QS an Nisa’: 4/165)
2.        Ulama’ Mu’tazilah menyatakan : Perbuatan orang mukallaf masih ada kaitan bagi Allah Azza wa Jalla. Sebab akal mampu menilai sifat baik atau buruk. Maka bagi mukalaf wajib mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Allah tetap memperhitungkan dengan syari’at sesuai kemampuan akal. Mereka berdalil dengan firman Allah SWT:
قُل لاَّ يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ
“Katakanlah tidak sama yang buruk dengan yang baik meskipun banyaknya yang buruk menarik hatimu.”
(QS: al Baqarah: 2/100)
وَاللّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ
“Dan Allah mengetahui siapa yang berbuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan.”
(QS: al Baqarah: 2/220).
Dari sini diambil kesimpulan bahwa Allah tetap akan membalas amal perbuatan mukalaf sesuai dengan apa yang diketahui oleh akalnya.
Tanbih
Hukum-hukum Allah yang disesuaikan dengan kemampuan akal terbagi menjadi lima :
1.  Wajib. Contoh: Membayar utang
2.  Haram. Contoh: Berbuat dzolim
3.  Nadb. Contoh: Berbuat baik
4.  Makruh. Contoh: Sedikit adab
5.  Ibahah. Contoh: Membelanjakan harta milik sendiri


C.    PEMBAHASAN MAHKUM BIH atau YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM
Mahkum bih adalah perbuatan mukalaf yang berhubungan dengan lima hukum, yaitu :
1.                    Yang berkaitan dengan al-Ijab dinamakan Wajib
2.                    Yang berkaitan dengan an-Nadb dinamakan Mandub
3.                    Yang berkaitan dengan at-Tahrim dinamakan Harom
4.                    Yang berkaitan dengan al-Karohah dinamakan Makruh
5.                    Yang berkaitan dengan al-Ibahah dinamakan Mubah
Lima hukum di atas dinamakan hukum taklifiyyah secara majaz.
Penjabaran :
1.        Wajib adalah perbuatan yang diberi pahala bagi pelakunya dan disiksa bagi yang meninggalkannya. Wajib dibagi 2 :
a.        Wajib 'Ain adalah perbuatan yang wajib dikerjakan oleh setiap orang yang ditentukan atau setiap orang mukallaf. Misalkan : Sholat tahajjud (hukumnya) wajib bagi Nabi SAW saja. Sedangkan sholat lima waktu dan puasa pada bulan Ramadhan (hukumnya) wajib bagi setiap mukallaf.
b.        Wajib Kifayah adalah perbuatan yang wajib dikerjakan orang mukallaf tanpa memperhatikan pada orang tertentu. Kewajiban tersebut akan gugur jika sudah dikerjakan oleh sebagian. Misalkan : Sholat jenazah, menguburkannya, dsb.
2.        Mandub adalah perbuatan yang diberi pahala bagi pelakunya dan tidak disiksa bagi yang meninggalkannya. Mandub dibagi 2 :
a.        Sunah 'Ain. Seperti : Sholat Rowatib.
b.        Sunah Kifayah. Seperti : Mengucapkan Salam, Mendo'akan Orang Bersin.
3.        Haram adalah perbuatan yang disiksa bagi pelakunya dan diberi pahala bagi yang meninggalkannya. Haram dinamakan juga ma’siat dan dosa.
4.        Makruh adalah perbuatan yang tidak diberi pahala bagi yang meninggalkan dan tidak berdosa bagi yang melakukannya. Seperti : Membasuh muka 2x ketika wudhu.
5.        Mubah adalah perbuatan yang tidak diberi pahala bagi yang melakukan dan tidak berdosa bagi yang meninggalkan. Dinamakan juga halal atau boleh. Dinamakan juga perkara yang tidak berbahaya bagi yang melakukan sekalipun dilarang untuk meninggalkan. Seperti: darah orang murtad adalah halal dialirkan. Maksudnya, tidak apa-apa bagi orang yang mengalirkannya.

RUHSOH DAN AZIMAH
Hukum terbagi lagi menjadi dua : Ruhsoh dan Azimah
Ruhsoh adalah hukum yang sudah berubah dari sulit menjadi mudah dan masih ada sebab hukum yang asli. Contoh:  Boleh tidak puasa bagi seorang musafir (sekalipun sebab hukum aslinya masih ada yaitu bulan Ramadhan).
Azimah adalah hukum pertama yang disyari'atkan (belum berubah) yang tidak ada kaitan dengan udzur hamba-hamba Allah. Seperti hukum wajib pada shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
D.    PEMBAHASAN MAHKUM ÁLAIH
Mahkum ‘Alaih adalah orang mukallaf, yaitu orang yang sudah baligh dan berakal sehat.
Syarat-Syarat Seseorang Mendapatkan Taklif :
Mampu memahami apa yang dibebankan kepadanya. Yakni ia mampu memahami khitob tersebut. Sehingga ia bisa melaksanakan perintah sesuai kefahamannya. Dengan demikian, orang gila, orang yang tidur dan anak kecil yang belum mumayyiz, tidak bisa  dikatakan mukallaf. Karena mereka tidak mampu memahami khitob taklif secara benar. Anak kecil, sekalipun dia mampu membedakan (memahami) sebagian perkara tapi kefahaman masih kurang jika dinisbatkan kepada kefahaman orang yang sudah mukallaf.
Di samping itu ada dalil yang menerangkan tentang diangkatnya taklif sebelum baligh. Nabi SAW bersabda :
رُفِعَ القلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَن النَائِمِ حَتى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِى حَتَى يَحْتَلِمَ وَعَنِ المَجنُونِ حتى يُفِيقَ (رواه أبو داود والنسائى, حديث صحيح)
“Telah diangkat pena dari tiga orang ; orang yang tidur sehingga ia bangun, anak kecil sehingga ia bermimpi dan orang gila sehingga ia sadar.”
(HR. Abu Daud & Nasa’i. Dan Hadits ini adalah hadits Shohih)


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.